30 July 2006

7 Hakim untuk Mahkamah Agung

Adalah seorang Sebastian Pompe, pengamat hukum Indonesia berkebangsaan Belanda yang menulis desertasi tentang Pengadilan Tertinggi di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung.
Desertasi si Pompe ini beredar 10 tahun dalam bentuk potokopian, tapi akhirnya dibukukan dengan judul :
"The Indonesian Supreme Court : A Study of Institusional Collapse".

Banyak hal menarik dari buku ini menurut gw. Stigma dan citra kebobrokan hukum di Endonesa yang melegenda buat gw, ternyata ada masa-masa dimana MA (Mahkamah Agung) menjadi lembaga yang sangat independen dan bebas dari korupsi. Hebat kan?
Ternyata Endonesa yang lumayan busuk ini pernah punya lembaga yang sangat kereenn..
*hehhee.. maap, gw emang rada gak cinta endonesa.. (siul siul..)*

Berikut beberapa kesimpulan dari contekan interview Om Pompe dengan Gatra.

MA pada masa Orde Baru?

Menurut Om Pompe, MA pada masa Orde Baru dipengaruhi banyak tekanan politik. Pihak yang menekan itu seringnya atasan mereka sendiri. Karena itu, selama 15 tahun ketua MA selalu dijabat oleh orang militer. Budaya MA waktu itu menjelma menjadi administrasi militer.

Kondisi MA sekarang?

Secara umum kemajuan antara 1998-sekarang luar biasa besar. Misalnya ketika Bagir Manan masuk ke MA, membuat rencana reformasi secara menyeluruh. Rencana reformasi MA itu juga melibatkan lembaga luar seperti LSM. Luar Biasa.. (menurut Om Pompe..) Di luar negeri aja gak ada yang kayak gitu, mereformasi diri dengan melibatkan pihak luar.

Jumlah hakim di MA?

Sekarang kita ukur aja jumlah hakim berapa, jumlah perkara berapa. Berdasarkan studi MA, jumlah hakim terlalu banyak. Kebutuhan hakim di MA itu sebenernya hanya sepertiga atau seperempat dari jumlah sekarang..
*hahh? dikit banget?*
Dari studi MA tahun 2004, intinya mereka harus memecat 60% hakim. Ketika Bagir Manan menyampaikan hasil studi itu, semua hakim bilang that's crazy..
*wakakakakkk.. ya iyalah.. mana ada orang mau diPHK.. *


MA pernah jadi lembaga independen?

Ini nih pertanyaan favorit gw.
Om Pompe bilang, sampai tahun 1959, MA sangat independen..
Sampai 1970-an tidak ada korupsi.
Jadi sampe tahun 1970-an, MA masih bisa dibilang lurus. Padahal gaji mereka sangat jauh lebih kecil dari gaji hakim di MA sekarang..
*waooww..*
Ketua MA jabatan 1952-1966, Wirjono Prodjodikoro, milih untuk meng-obyek-kan mobil dinasnya jadi taksi daripada nyogok perkara.
Ketua MA jabatan 1966-1968, Soerjadi, juga sangat punya prinsip dan bukan orang yang gampang diajak kompromi. Soerjadi pernah bilang gak mau orang-orang dari golongan tertentu masuk MA (walaupun akhirnya masuk juga sih.. Dan waktu itu Soerjadi langsung mengundurkan diri).
Pengganti Soerjadi, namanya Pak Soebekti. Pak Soebekti ini menurut Om Pompe is the person who absolutely straight and absolutely honest.

MA pasca 1974?

Nah, pada tahun 1974, ada peristiwa Malari. Orde Baru yang gelisah mulai menempatkan orang-orangnya di segala elemen pemerintahan, seperti MA dan DPR.
Abis itu, perubahan sangat tampak.
Pertama, korupsi mulai masuk. Kedua, jaringan korupsi juga mulai terbentuk.
Contoh yang disebut jaringan korupsi adalah ketua MA mulai diamplopin oleh hakim tingkat I (pengadilan).

Gimana soal tunggakan perkara di MA?

Pada 1970-an mulai ada tunggakan perkara di MA, terus semakin banyak pada tahun 1980-an. Akhirnya jumlah hakim ditambah.
Tahun 1990-an, tunggakan tambah banyak lagi.
Jumlah hakim ditambah lagi.
Padahal sebenernya, ini masalah efisiensi kerja si hakim.
Apalagi dengan jumlah hakim agung sekarang yang jumlahnya hampir 50 orang, dinamika internal jadi semakin rumit.
Menurut Om Pompe, MA hanya perlu 7 hakim saja.

Hah?? 7 hakim sajaa?!

Jumlah perkara yang masuk ke MA sekarang sama dengan Supreme Court di Belanda. Di sana, jumlah hakim agung cuma separohnya disini. Padahal prosedurnya jauh lebih rumit.
Tapi kerja Supreme Court disana sangat jauh lebih ketat dari disini.
Disini bisa santai.
Ada workshop, kunjungan luar negeri, dan berujung ke tunggakan perkara.
*ooo.. panteesss......*


Masih menurut Om Pompe, waktu jaman Orde Baru dulu, malah ada hakim yang sama sekali gak pernah pegang satu perkara pun selama 15 tahun.. Karena dia dekat dengan ketua MA..
Whaatttaa...??
Trus dia digaji buat apa doong..?!!!